Sabtu, 31 Mei 2008

Kesenjangan Pendidikan di Indonesia

Indonesia adalah Negara yang kaya, memiliki potensi yang besar dalam segala bidang, salah satunya pendidikan. Tanpa diketahui orang banyak dan banyak orang tahu, bibit-bibit muda yang perduli dan mementingkan pendidikan sebenarnya masih ada. Diseluruh wilayah Indonesia baik didaerah maupun diperkotaan semangat anak-anak (generasi muda) untuk memperoleh pendidikan yang layak masih terasa kuat. Pemerataan pemerolehan pendidikan untuk anak usia sekolah di Indonesia pun dibuktikan dengan adanya kebijakan pemerintah yang diberikan pada seluruh anak di Indonesia yaitu wajib belajar 9 tahun. Namun apakah dengan kebijakan itu pemerataan yang dimaksud telah benar-benar terjadi di seluruh pelosok negeri? Jika ditelisik lebih jauh tentunya pemerataan yang dimaksud belum benar-benar terjadi. Kenyataannya keadaan dan fasiltas di setiap daerah untuk menunjang berlangsungnya pendidikan berbeda, tergantung pada kebijakan pemeintah daerahnya masing-masing (Otonomi Daerah).
Di negara Indonesia saat ini, orang seolah-olah tidak mementingkan pendidikan, yang penting bisa hidup untuk hari esok. Seperti halnya papua, masih ada orang yang perduli dan mementingkan pendidikan, meskipun mereka tetap teguh dengan adat istiadat, bagi mereka pendidikan penting untuk masa depannya. Anak-anak dipapua terutama didaerah pegunungan dan pedalaman, masih berfikir untuk masa depan mereka, meskipun jalan yang mereka lalui tidak mudah. Hanya untuk tingkat sekolah dasar yang notabene bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah bagi mereka adalah arena belajar dan bermain, untuk mempelajari segala hal yang ingin mereka tahu. Perjalanan yang harus mereka tempuh setiap harinya untuk mencapai sekolah tidak mudah, menuruni bukit, lembah, dan sungai dengan waktu tempuh beberapa jam. Sekolah yang mereka tuju pun hanya berupa ruangan yang disekat papan dengan kotak berisi pasir sebagai papan tulis. Tenaga pangajarnya pun tenaga honorer yang berlaku sebagai kepala sekolah, dan guru bantu yang merupakan sukarelawan sebagai pengajar. Meskipun dasar pendidikan mereka hanya lulusan SMU, akan tetapi bagi mereka menyiapkan aset bangsa lebih penting meskipun pengabdian mereka tidak imbang dengan imbalan berupa harta ataupun penghargaan.
Kisah anak papua ini mungkin menjadi potret kelam pendidikan di indonesia. Jangankan bagi anak-anak di pegunungan seperti papua, anak-anak di kota besar pun tidak jauh berbeda. Meskipun lingkungan dan keadaannya berbeda kisah hidup mereka tetap sama. Dalam keadaan sulit seperti ini pendidikan menjadi barang mewah yang hanya orang-orang tertentu saja dapat menggapainya.
Penyelenggaraan Olimpiade ilmiah yang diadakan di beberapa negara, anak-anak indonesia pun dapat mensejajarkan diri dengan bangsa asing, menjadi juara di beberapa kategori. Sebagian besar anak-anak ndonesia yang menjuarai Olimpiade adalah anak-anak dari kalangan menengah keatas karena mereka memiliki kesempatan dan fasilitas yang lebih besar untuk mencapai itu semua, beda halnya dengan anak-anak dari kalangan menengah kebawah meskipun mereka memiliki kemampuan tetapi kesempatan dan fasilitas yang kurang memadai menjadi hambatan, mereka hanya bisa merencanakan kehidupan pendidikan dalam jangka pendek tanpa berharap lebih untuk mengembangkan diri, apalagi berfikir untuk berbuat sesuatu bagi bangsanya.
Lalu apakah yang terjadi pada dunia pendidikan kita selanjutnya? tidak ada yang tahu, namun yang harus kita tahu sekarang adalah apa kontribusi kita untuk dunia pendidikan. Permasalahan ini tentu bukan masalah yang kecil bagi bangsa Indonesia karena pendidikan merupakan cikal bakal pemimpin bangsa yang menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa, tak hanya dibebankan pada pemerintah semata meski memang pemerintah yang berperan besar dalam pengambilan kebijakan untuk dunia pendidikan kita. Namun ketika pemerintah belum dapat mengatur permasalahan ini dengan optimal tidak semestinya pula kita hanya dapat menghujat dan menyalahkannya, diposisi itulah kita harus menunjukan perhatian yang lebih dan ikut andil dalam meringankan beban pemerintah, misalnya dengan pengoptimalan kerja LSM swasta yang melibatkan unsur masyarakat, dan usaha-usaha personal lainnya yang dapat membantu dalam pengadaan fasilitas pendidikan . Diharapkan dengan begitu dunia pendidikan di Indonesia menuju kearah perbaikan meskipun dengan proses yang berat serta dukungan pemerintah yang lebih.